Kamu Terlalu Kompetitif, Nggak Lelah?
Kalau kalian “kenal” dengan Erika, pasti ngeh kalau aku tuh orangnya terlalu kompetitif, apa-apa dijadiin kompetisi secara nggak sadar. Pokoknya aku harus menang, nomor satu, terbaik, nggak boleh salah, nggak boleh gagal lah ah, lalala~ Semua itu bagus asal nggak berlebihan dan disamaratakan dalam semua aspek kehidupan. Sampai sekarang masih sih walau kadarnya udah berkurang banget karena makin sadar untuk apa sih hidup ini selalu dikompetisikan, nggak ada faedahnya malah merusak diri sendiri.
Menurut analisaku, ceilah~ sikap kompetitif yang aku punya diawali dengan terbaginya kasih sayang bapak mamak menjadi dua, tiga, empat setelah semua anaknya lahir. Sebagai anak pertama aku selalu dituntut lebih dewasa dan sempurna, eh masuk sekolah dapat ranking 1 pula, jadilah status kakak yang sempurna dan anak yang pinter ini harus terus dipertahankan dan diperjuangkan supaya nggak kegeser. Pokoknya harus terus ranking 1 sampai kapanpun dan dimanapun. Jadi udah ngerti kan kenapa diriku selalu kompetitif dengan dua alasan ini?
Beruntungnya sih dari kecil aku aktif di sekolah minggu, dan sampai sekarang masih terus terlibat dalam pelayanan. Sehingga value yang aku dapat menolongku untuk membatasi diri, nggak melakukan segala cara demi pencapaian pribadi. Walau begitu nggak bisa dipungkiri aku tetap ngerasain dampak negatif dari sikap kompetitifku ini.
Dampaknya lumayan banget, aku coba tuliskan beberapa diantaranya ya:
- Takut banget dengan yang namanya kekalahan, bener loh setakut itu aku untuk mengalami kekalahan. Kadang males ikut main sama teman karena males kalah, kalau ada games kelompok deg-degan parah karena nggak mau keliatan bego di permainan, kalau bisa tetep nggak usah ikut main. Gimana mau enjoy kalau main aja yang dipikirin menang atau kalah melulu? astaga –“
- Kegagalan dianggap sebagai mimpi buruk yang harus dihindari, sebutkan nama satu manusia saja yang nggak pernah gagal dalam hidupnya! Ya nggak adalah kecuali Tuhan Yesus. Tapi inilah diriku yang dulu, berimbas sedikit sampai sekarang. Aku nggak mau gagal, maunya berhasil terus, sadar nggak sadar ini tuh pemikiran yang nggak realistis sama sekali. Takut gagal ya jadinya takut mencoba, daripada dicoba tapi gagal lebih baik nggak usah aja. Pemikiran kaya gini nih yang bikin sulit maju..
- Merusak relasi dengan keluarga, pacar, dan pertemanan. Fokus seseorang yang kompetitif seperti aku tuh selalu tujuan, tujuan, tujuan, lupa kalau dalam setiap tujuan melibatkan relasi di dalamnya. Tujuan berhasil dicapai tapi relasi nggak berhasil dibangun. Aku kasih contoh misalnya begini: dalam suatu pelajaran kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, dikasih tugas, ntar guru bakal pilih pemenang dan dikasih hadiah. Sebagai seseorang yang kompetitif, pengen banget dong menang. Jadinya ngebossy ke teman, nyuruh ini itu, kesel kalau ada teman yang bercanda dan keliatan nggak serius, jadinya bete dan ngeluarin kata-kata kurang menyenangkan. Memang kelompok bisa aja menang karena semua kerja keras, tujuan tercapai dong, tapi relasi dengan teman-teman hambar banget, flat, kaku dan ga berhasil dibangun dengan baik. Memang nggak bakalan ada relasi dalam kompetisi deh, percaya aku. Contoh lain misal aku punya teman seangkatan, aku bakal merasa tenang kalau dia nggak lebih dari aku, kalau lebih nggak bakal bisa deket karena persaingan bakal terjadi, ribet..Gimana pertemanan bisa dalam kalau saling anggap saingan? tell me..Contoh lain, sama pacar, beruntungnya sih dapat pacar yang bisa mengalah, berkepala dingin, dan bisa ingetin dengan wise. Makanya jarang berantem sampai masalahnya besar 😀 Itupun bang Darno kadang ngeluh aku oangnya defensive/selalu bela diri, nggak mau mengakui kesalahan dan nyebelin ahhaha..Ngga mau banget terlihat salah, padahal nggak mungkin kan aku ngga pernah salah..
- Lelah karena menuntut diri terlalu tinggi, emang aku siapa sih, Tuhan? Itu pertanyaan konselor yang bikin aku tersentak. Memang iya bener, hanya Tuhan yang mampu kalau caraku seperti ini. Kalian tau nggak, aku tuh menuntut diri harus mengambil keputusan sendiri, nggak bergantung ke orang lain, harus kuat, mandiri, selalu mampu dan seantero tuntutan diri lainnya. Nggak mungkin bangetlah aku nggak butuh orang lain, jadinya lelah sendiri karena selesaiin masalah dengan cara sendiri. Kadang minta pendapat orang lain sih tapi tetap hanya wacana, pemikiran dan carakulah yang kulakukan lol Ujung-ujungnya tanggung resiko karena semua dipikirin sendiri, stress banget dan merasa sendirian padahal banyak orang yang sayang sama aku dan pengen banget bantu..hhhhh..
- Perfectionism yang berujung procrastinate lalu merasa ngga maksimal terus kecewa pada diri, gitu aja terus sampai lelah. Saking pengennya hasil yang sempurna, nggak jarang aku nunda-nunda dulu, mikirin konsep, cari bahan, yang berujung penundaan sampai mendekati dateline. Kalau udah dateline nggak ada waktu lagi buat mikir perfect, jadinya buru-buru selesaiin dan merasa belum melakukan yang terbaik. Parahnya walau hasil dari yang dilakukan bagus, misal paper di kampus dapat nilai A, tetap merasa nggak puas dongg hahaha.. Karena tau proses mengerjakannya penuh dengan drama, dan teteup “merasa belum melakukan yang terbaik”. Parah sih ini..
Sikap kompetitifku ini mulai membaik banget sejak kuliah S2 ini sih, waktu itu wajib konseling pribadi dan hal inilah salah satu topik yang dibahas dengan konselor. Pelan-pelan aku berubah dan lebih mengenal diri. Ternyata nggak ada gunanya kalau semua hal dijadikan ajang kompetisi dengan orang lain, lebih baik berkompetisi dengan diri, apakah aku hari ini lebih baik dari hari kemarin? Apakah aku lebih dewasa, sabar, cantik, wise, dan sederhana?
Dengan berpikir demikian aku jadi growing karena ingin lebih baik dari hari ke hari, aku ingin jadi diriku versi yang terbaik azek~Aku nggak lagi setakut itu untuk gagal, ketolong banget karena di kampus ini kegagalan ditoleransi banget. Dikasih banyak kesempatan buat merasakan kegagalan, dan ternyata nggak apa-apa tuh. Disini dapat pengalaman banget gimana rasanya menertawakan kegagalan rame-rame, dan anehnya ngerasa bahagia karena sadar itu normal.
Buat kamu yang juga kompetitif berlebihan, sayangi dirimu, jangan menuntutnya terlalu tinggi. Tetap lakukan yang terbaik semampumu, supaya apapun yang kamu kerjakan bisa enjoy, dinikmati, lalu bahagia. Karena hidup penuh kompetisi hanya akan membawamu kepada kelelahan, kecemasan dan sulit bersyukur. Hidup bukan selalu tentang hasil yang kau capai beb, tapi sebuah perjalanan penuh proses yang membentukmu menjadi dirimu yang terbaik..
Udah panjang banget nih, ntar lanjut lagi ya..Semoga berguna..
God Bless You All
4 Comments
Dewi Fransiska
Love this kak, tetap nulis ya kak
Erika H Sinaga
Makasi Dewiiiiii,,,{}
Tata Gea
Thanks banget nih kk Erika…setidaknya akiu melihat gambar diriku dlm cerita diatas…
Lanjutkan kk…!!
Maksudnya lanjutkan nge blog lagi
Erika H Sinaga
Makasi dekk..kampus kita menyediakan banyak konteks untuk lebih mengenal diri,enjoy yaaa..
Thanks commentnya {}