Personal Stories

Keakraban IMAS USU

Dua
hari ini merupakan hari yang sangat menyenangkan bagiku. Aku diajak ikut dalam
keakraban Ikatan Mahasiswa Simalungun (IMAS) USU di rumah pak Dermawan Purba, dosen
etno yang cukup sering berpartisipasi dalam kegiatan IMAS USU. Pak Dermawan
juga merupakan salah satu tokoh Simalungun yang sangat perduli dengan budaya
Simalungun. Sebenarnya aku bukan anggota tetap, tapi lumayan sering mengikuti
kegiatan mereka dan uda cukup dekat dengan teman-teman di dalamnya. Dan aku PD
untuk ikut, karena mereka adalah sesama orang Simalungun. Jadi pasti lebih
mudah untuk dekat dan nyaman dengan mereka. Ada beberapa hal menarik yang ingin kuceritakan :

Yang
pertama ingin kuceritakan adalah
kegiatan kami mulai dari keberangkatan ke rumah pak Dermawan
  • Rumah
    pak Dermawan berada di Pakam dan kami berangkat dari sekret IMAS pada hari
    Sabtu sore. Karena kurang tau daerah 
    Pakam sempat tersesat di pinggiran rel kereta api. Setibanya disana kami
    sibuk beres-beres, ada yang memasak, manggang ikan, foto-foto, dan ada yang
    nyanyi diiringi gitar.
  • Setelah
    semuanya beres, kami berkumpul di halaman samping rumah pak Dermawan, di teras
    yang sudah didekorasi sebagai panggung. Telah tersedia seperangkat peralatan
    keyboard yang akan dinikmati malam ini. Sebelum makan malam, IMAS menyerahkan
    jas kepada bapak sebagai wujud terimakasih untuk bantuan bapak selama ini.
    Setelah itu menyerahkan makanan khas Simalungun yaitu dayok nabinatur (makanan
    yang terbuat dari ayam kampung yang sudah dipotong sesuai organ,digulai lalu
    disusun kembali di dalam piring kaca besar – red ).
  • Makan
    malam bersama merupakan momen yang menyenangkan, sambil dihibur dengan
    lagu-lagu daerah Simalungun yang sangat nyaman di telinga. Berasa di kampung.
    Makan malam disambung dengan manortor bersama, bergantian menyanyikan lagu-lagu
    yang pastinya lagu Simalungun, mulai dari lagu khas daerah, lagu yang cukup
    lama sampai lagu-lagu baru. Diselang-selingi kata sambutan oleh pejabat daerah.
  •  Aku
    paling interest waktu pak Dermawan menyanyikan lagu-lagu daerah yang masih
    sangat asli musik, intonasi, nadanya,sangat khas Simalungun. Juga ketika pak
    Dermawan dan Dedek ( salah satu anggota IMAS) menyanyikan taur-taur (lagu khas
    Simalungun – red). Waduh, dimanapun taur-taur dilantunkan, aku begitu interest
    mendengarkannya. Karena taur-taur begitu lembut, mendayu-dayu khas karakter
    musik suku Simalungun. Sangat berbeda dengan aliran musik-musik daerah yang
    lain, sangat khas.
  • Hampir
    setiap orang mendapat giliran menyanyikan lagu Simalungun, dan aku juga
    mendapat giliran. Manortor bersama juga sangat menyenangkan, dan kami juga
    diajari tortor khas Simalungun oleh pak Dermawan, sambil beliau menyanyikan
    “inggou” (lagu-red) Khas Simalungun. Manortor berpasang-pasangan juga
    menyenangkan. Sangat puas rasanya malam itu, menyenangkan, hampir tidak
    tergambarkan dengan kata-kata. Budaya Simalungun memang sangat menarik bagiku.
    Acara manortor berakhir pukul 01.00 WIB
  •  Tentu
    saja kami tidak langsung tidur, masih bakar jagung dan ngobrol-ngobrol.
    Kesempatan itu digunakan pak Dermawan untuk menceritakan budaya Simalungun, kerinduan
    beliau yang begitu besar terhadap kelestarian budaya Simalungun. Karena memang,
    budayawan Simalungun sebenarnya kurang mendapat penghargaan dari masyarakat,
    kurang mendapat dukungan dari pemerintah, sehingga sangat jarang orang
    Simalungun yang sangat interest untuk mengangkat kembali budaya Simalungun.
    Beliau juga bercerita mengenai kebiasaan pemuda dan pemudi pada zaman dahulu. Sangat
    menarik, ditengah kondisi teknologi yang belum berkembang. Bagaimana ya cara
    mereka berkomunikasi?
o  
Masa pedekatean dilakukan dengan memberi
tanda-tanda tertentu (simbol).
·        
Misalnya di jalan mau ke ladang, mereka
sepakat untuk memberi tanda bahwa salah satu dari mereka sudah melalui jalan
tersebut. Contohnya dengan memetik dauh ubi sebanyak dua tangkai.
·        
 Untuk menandakan apakah si wanita menerima si
pria, maka diikatlah dua batah rih (sejenis semak). Menandakan mereka telah
diikat menjadi sepasang kekasih.
o  
Untuk bisa mengobrol dengan sang wanita
yang didekati, maka pria pada tengah malam mendatangi rumah wanita dan masuk ke
dalam kolong rumah (bentuk rumah pada masa itu adalah rumah berpanggung).
Mereka berbisik melalui lantai rumah yang terbuat dari papan, tentu saja
membutuhkan kesabaran, karen mereka berbicara harus pelan supaya penghuni rumah
lainnya tidak terjaga. Jika wanita memberi kain / ulos untuk dipakai pria
sebagai selimutnya malam itu, artinya si wanita sudah memberikan sedikit
hatinya kepada pria. Dan masih banyak cerita lainnya
  • Besoknya setelah sarapan, kami gereja bersama di GKPS Pasar VI Pakam, dan menyanyi disana. Pulang gereja, di halaman nyanyi-nyanyi bersama dengan beberapa teman, lagi-lagu kami menyanyikan lagu Simalungun, di videokan, di rekam. Hm..sangat menikmati moment itu.
  • Ke
    pantai Labuh adalah tujuan selanjutnya, tentu saja mandi, bermain, dan heboh di
    pantai itu sangat menyenangkan. Tidak perduli kotor, berpasir, yang penting
    seru-seruan dengan teman-teman
  • Pulang
    basah-basah ke Pakam, mandi rame-rame di belakang rumah pak Dermawan, berangkat
    ke Medan semua sudah kelelahan..:D
Hal kedua yang ingin kuceritakan adalah
suasana di rumah pak Dermawan
  • Rumah
    beliau sangat unik, sepintas lalu terasa rumah bertingkat biasa. Warnanya hijau
    terang, berada di dekat rel kereta api. Namun setelah diperhatikan dan
    diceritakan lebih detail, rumah tersebut menyimpan banyak makna. 
  • Di gerbang
    terdapat simbol not balok, di dinding atas depan rumah terdapat berbagai bentuk
    ukiran alat musik, mulai dari kecapi, gendang, gitar, terompet, seruling,dll
    yaitu alat musik khas daerah Simalungun. 
  • Di tembok depan terdapat ukiran bunga
    mawar dan merpati yang melambangkan bahwa di rumah tersebut terdapat anak gadis
    dan bukan hal yang mudah untuk membawanya dari rumah, kerena terdapat duri yang
    melindunginya yaitu keluarga. Dan juga arti merpati yaitu tulus, melambangkan Roh
    Kudus yang menyertai senantiasa. 
  • Di kusen jendela juga berbagai jenis alat
    musik terpahat disana. Di dalam rumah,di dinding terdapat lukisan-lukisan khas
    Simalungun. 
  • Juga terdapat koleksi berbagai alat musik dan toping-toping.
Hal ketiga sekaligus yang terakhir yang
ingin kuceritakan adalah mengenai kesan, perasaan dan suasana selama keakraban
:
  •  Jujur, aku sangat merasa nyaman bersama
    dengan mereka, identitas sebagai orang Simalungun sangat kental, hampir semua
    berkomunikasi dengan bahasa Simalungun, lagu-lagu dan musik yang dinikmati dan
    ditampilkan adalah lagu dan musik Simalungun, diajarin tortor Simalungun,
    diceritakan budaya dan kebiasaan Simalungun pada masa dulu, wah aku sangat
    terpesona dengan semua itu. Kerinduan untuk melestarikannya semakin besar.
  • Keluarga pak Dermawan sangat hangat,
    ramah, welcome kepada kami. Kami serasa berada di rumah orangtua kami sendiri,
    apa yang ada dapat dinikmati bersama, tidak terdapat rasa segan yang
    menghalangi untuk berekspresi, yang tentunya dalam tahap wajar. Semoga pak
    Dermawan dan keluarga senantiasa diberkati, dan terus berkarya untuk budaya
    Simalungun.
  •  Aku sangat menikmati dan puas dengan
    semua kegiatan keakraban, semoga IMAS USU tetap kompak, semangat dalam
    memajukan Simalungun, tetap berfokus pada visi dan misi. Majulah IMAS USU.. 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *