Adakah Yang Lebih Menyesakkan lagi?
Tuhanku, yang karena kematianMu aku layak menikmati hidup, layak melayani, layak beroleh hidup kekal..
Aku menyadari bahwa waktuku semakin mendekati masa itu..
Masa dimana aku harus mengerjakan sesuatu, berkarya bagi bangsa ini..
Tuhan tunjukkan kepadaku bagian itu, bagian yang Kau janjikan akan kau percayakan secara khusus kepadaku.
Ataukah aku masih kurang peka dengan semua tanda yang Engkau bukakan kepadaku?
Tuhan, aku mencoba memaknai setiap puing kejadian yang kualami..
Dan aku menemukan suatu kondisi yang secara perlahan menggerogoti pertahananku, menyakitkan hati..Menyesakkan dada ..Seperti mau pecah rasanya Tuhan..
Bahkan mampu membuat pelupuk mataku begitu panas..
Adakah yang lebih menyedihkan dibandingkan hal ini Tuhan?Adakah hal yang lebih sakit dibanding kenyataan ini?
Aku memandang seorang nenek tua, dengan gendongan bakul yang besar di pundaknya.
Yang harus dia tanggung bebannya. Dia harus berjalan menanggung beban di punggungnya Tuhan, menjajakan dagangannya yang tidak banyak diminati orang lain. Suara itu berteriak menarik perhatian orang-orang di sepanjang lorong itu..
Yang harus dia tanggung bebannya. Dia harus berjalan menanggung beban di punggungnya Tuhan, menjajakan dagangannya yang tidak banyak diminati orang lain. Suara itu berteriak menarik perhatian orang-orang di sepanjang lorong itu..
Tuhan, aku tidak sanggup menyaksikan ini semua, jauhkan pemandangan ini dari hadapanku..Aku ga sanggup Tuhan.. Jika saja aku punya daya, aku ingin berkata :”Nek, ikut saja ke rumahku. Disana nenek tidak perlu capek bekerja seperti ini. Nikmati masa tuamu nek”.
Namun apa yang bisa kulakukan? Aku hanya mampu membeli dagangannya, dan memberikan uang lebih semampuku, tersenyum penuh makna sambil memandang wajah letih itu. Sorot mata penuh bahagia dia pancarkan kepadaku, berterimakasih untuk uang lebih yang kuberikan.
Adakah lagi yang lebih menyedihkan dan membuatku sesak, menangis pilu di malam-malamku yang cukup panjang, dari mengingat seorang kakek yang di tengah malam harus sibuk dengan bekas botol minum aqua, dan mengumpulkannya untuk sesuap nasi? Dia hidup sebatang kara Tuhan, rumahnya hanyalah pondok yang tak berpintu, tiada listrik disana, dia kedinginan Tuhan?
Aku menangis kepadaMu mengingat aku hanya menyapanya malam itu, dan takut menyinggung hatinya jika aku berbuat lebih. Sedikit lega mengetahui bahwa aku punya kesempatan lain bertemu dengan si kakek..
Tuhan aku ingin berkata kepadanya, “kakek, ikutlah denganku. Nikmati masa tuamu di tempat dimana kakek tidak sendirian, ada banyak orang seusia denganmu disana. Kek, disana kakek punya banyak teman. Ikutlah bersamaku”.
Ada banyak kejadian memilukan yang Engkau perhadapkan untuk kusaksikan Tuhan. Mengapa ada banyak orang seusia mereka yang diabaikan anak-anaknya? Mengapa ada banyak mereka yang masih harus banting tulang di masa senjanya? Mengapa mereka harus menanggung derita bahkan di penghujung usianya? Siapa yang peduli dengan mereka, yang sering kali tidak dipandang penting lagi..Aku terus bertanya-tanya dalam hatiku, apa rencanaMu sehingga dariku lahir aku banyak berinteraksi dengan mereka, banyak berbagi hidup dengan orang-orang seusia mereka. Ada apa gerangan dengan semua ini? Inikah panggilan itu? Apa yang harus kuperbuat Tuhan? Apakah ini hanya perasaan kasihan dan emosi jiwa yang berontak dengan keadaan ini? Ataukah ini pertanda khusus yang dari padaMu?
Aku kecil dan lemah, aku tidak memiliki daya apa-apa..
Apakah Engkau akan segera memberikanku titik terang dengan semua ini?
Apakah aku harus mengabdikan hidupku untuk mereka, wajah-wajah penuh kerutan dan sisa-sisa kejayaan masa muda mereka?
Ataukah aku cukup mendukung pihak-pihak lain yang sudah memulai gerakan ini lebih dahulu?
Aku terus berdoa kepadaMu, ketika aku salah melihat dan menggumulkannya, tolong aku untuk kembali..
Medan, 19 Maret 2013
01.40 WIB