CYBERBULLYING: AGGRESSIVE COMMUNICATION IN THE DIGITAL AGE
Pada era digital seperti saat ini, kita dapat menyaksikan di berbagai media sosial dimana seseorang diserang oleh berbagai pihak karena alasan tertentu, misal perilaku yang dilakukan tertangkap oleh media, ucapan, dan juga postingan pribadi di media sosial. Perilaku menyerang seseorang melalui media sosial disebut sebagai cyberbullying.
Anthony J. Roberto memberikan defenisi cyberbullying, yaitu the deliberate and repeated use of communication technology by an individual or group to threaten or harm others. Peter Smith juga memberikan defenisi cyberbullying yaitu an aggressive, intentional act carried out by a group or individual, using electronic form of contact, repeatedly and over time againts a victim who cannot easily defend him or herself.
Dari dua defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa cyberbullying adalah sebuah perilaku agresi melalui teknologi komunikasi yang dilakukan oleh pribadi maupun kelompok untuk mengecam, menghina, dan menyerang seseorang dimana pada umumnya orang tersebut tidak memiliki kesempatan melakukan pembelaan diri.
Cyberbullying bisa dikategorikan sebagai sebuah bentuk kekerasan non fisik. Itu artinya cyberbullying hanya mengandalkan kekerasan atau agresi dalam bentuk verbal saja, seperti tulisan, makian, saling menyerang dengan komentar-komentar, dan sebagainya. Fenomena cyberbullying saat ini erat sekali kaitannya dengan istilah “haters” meskipun belum tentu “haters” melakukan tindakan cyberbullying. Namun kebanyakan tindakan cyberbullying ini dilakukan oleh “haters” di dalam dunia maya, terutama social media.
Avtgis dan Rancer mengemukakan lima komponen penting dalam cyberbullying, yaitu:
Pertama, cyberbullying melibatkan penggunaan teknologi komunikasi baik melalui alat komunikasi maupun media sosial. Komunikasi yang terjadi meliputi pengiriman pesan teks, pesan suara, video, dan gambar untuk menyampaikan maksud yang ingin disampaikan. Pengiriman dapat dilakukan dengan alat komunikasi seperti handphone, laptop, komputer maupun melalui media sosial facebook, twitter, instagram, dll.
Kedua, cyberbullying mempergunakan teknologi komunikasi untuk menyerang orang lain, misalnya pesan yang disampaikan adalah pesan yang menyerang orang lain secara psikis atau pesan yang mengandung kejahatan secara psikologis ( pesan untuk menyerang, menghina, menyebarkan rumor tentang seseorang, mempermalukan, atau merusak hubungan orang yang diserang tersebut). Hal ini merupakan bentuk agresi secara verbal yang dimanfaatkan untuk merusak self concept orang lain.
Ketiga, cyberbullying dilakukan dengan sengaja. Seseorang yang melakukan cyberbullying perlu mengetahui posisi dimana ia berada, apakah berada di pihak yang kuat atau lemah. Orang-orang yang melakukan apakah berada di pihak yang kuat atau lemah. Orang-orang yang melakukan cyberbullying perlu memastikan apakah kekuatan yang ia miliki di atas orang yang ia bully, dengan mengetahui posisi saat ini ia dapat mengatur strategi untuk menyerang self concept orang tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pelaku cyberbullying merasa perlu memastikan bahwa victim tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bertahan dan membela dirinya, untuk itu ia akan terus menyerang sampai memperoleh konfirmasi bahwa victim tidak memiliki kekuatan untuk bertahan. Maka dari itu sering sekali issue berhenti ketika victim sudah bunuh diri, melarikan diri dan lainnya.
Keempat, dalam dalam cyberbullying pelaku memungkinkan untuk melakukan tindakan berulang-ulang (repeated behaviour), mengirimkan pesan tertentu secara langsung kepada victim, bahkan sampai membuatkan website khusus untuk menyerang terus menerus. Hal ini terjadi pada kasus cyberbullying tingkat ekstrim, yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat korban menjadi sangat ketakutan dengan teror-teror yang dilakukan.
Kelima, cyberbullying dapat dilakukan oleh perorangan maupun kelompok. Melihat perkembangan zaman sekarang, individu tanpa dikomando dapat membentuk kelompok pro dan kontra dalam membully korban secara otomatis di media sosial.
Beberapa contoh kasus cyberbullying yang baru terjadi antara lain:
- Kasus Sonya Depari di kota Medan, yang tertangkap kamera sedang memaki polisi lalu lintas yang sedang bertugas, sembari membawa nama saudaranya yang merupakan petinggi polri, video rekaman kejadian diunggah ke media sosial dan mejadi viral, sehingga Sonya Depari menjadi korban Akibat dari kejadian tersebut, ayah dari Sonya Depari meninggal dunia karena tidak kuat menghadapi kondisi anaknya yang dihujat seluruh masyarakat Indonesia.
- Kasus Charlie Simarmata, mengunggah foto perayaan tumpeng atas hukuman penjara pak Ahok ke media sosial Banyak hujatan, cercaan, makian yang diterima Charlie pada setiap postingan yang ia lakukan di facebook Berhubung Charlie berasal dari suku Batak, maka komentator pada statusnya mayoritas suku Batak. Tidak berhenti pada akun facebook Charlie, komentar negatif juga diterima oleh istri Charlie, yaitu Joice.
- Akun @lambe_turah di instagram merupakan akun gosip dan update berita terbaru di seluruh Indonesia dengan 3,3 juta followers. Banyak sekali individu yang menjadi korban cyberbullying akibat postingan-postingan di akun lambe_turah tersebut, baik dari kalangan artis, pejabat, sampai orang biasa. Salah satunya adalah Erwin, dokter yang terjebak dalam perselingkuhan yang akhirnya diketahui oleh istrinya. Ketika istrinya mengunggah foto Erwin dengan selingkuhan ke instagram, postingan tersebut di posting ulang oleh lambe_turah sehingga menjadi Komentar-komentar di akun instagram lambe_turah tersebut menyerang dan menghujat Erwin dan pasangan selingkuhnya , menghukum beramai-ramai dengan perkataan yang tidak terkontrol sampai Erwin dan selingkuhannya menghapus akun instagram pribadi mereka.
Ketiga kasus di atas merupakan contoh kasus cyberbullying akibat dari perilaku yang tidak dapat diterima masyarakat luas, sehingga masyarakat memberikan komentar-komentar negatif dan menghujat pelaku. Tujuan dari masyarakat adalah untuk memberikan sanksi sosial kepada pelaku sehingga memberikan efek jera dan tidak melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari.
Penulis memperhatikan akhir-akhir ini banyak sekali informasi yang sangat cepat menjadi viral, tersebar tanpa kendali melalui media sosial, dan sering sekali korban cyberbullying muncul melalui situasi dan berita viral tersebut. Tak jarang berita yang menjadi viral adalah berita hoax yang tidak jelas kebenarannya, namun orang yang menjadi korban cyberbullying sudah terkena dampak sosial yang mengerikan.
Salah satu contoh adalah kasus pak Ahok yang dituduh sebagai penista agama Islam karena video yang diedit oleh Buni Yani. Hasil dari video editan tersebut menjadi viral dan banyak sekali pro dan kontra dalam masyarakat dengan berbagai sudut pandang. Sebagian masyarakat mendukung Buni Yani dengan menyebut ia menjadi pahlawan agama, sebagian mendukung Ahok dan menyatakan ia tidak bersalah. Hasil dari kejadian tersebut, pak Ahok dihukum dua tahun penjara, sedangkan Buni Yani kehilangan pekerjaan sebagai dosen, dan seluruh proyek penelitiannya di dalam dan luar negeri harus berhenti.
Ketika penulis mencoba menelusuri lebih dalam mengenai fenomena cyberbullying ini, didapati bahwa terdapat banyak sekali kerugian yang dialami baik secara pribadi maupun kelompok sebagai akibat dari cyberbullying. Karena di setiap kejadian cyberbullying selalu terdapat pro dan kontra, pihak yang menyerang maupun yang membela, sehingga perpecahan dan perbedaan pendapat tidak dapat dihindarkan.
Psikolog Rosdiana Setyaningrum mengungkapkan efek yang di timbulkan dari bullying yang dilakukan melalui media sosial justru lebih berat dari pada bullying pada umumnya. Pasalnya, pembully tidak hanya individu namun kelompok besar dari berbagai kalangan. Terdapat ribuan bahkan jutaan orang yang mencerca sekaligus, tentu ini sangat menekan secara psikologis terhadap korban bullying.
Adapun pengaruh cyber bullying terhadap psikologis korban yaitu sebagai berikut:
- Menjadi pelaku bullying
Seorang korban bullying memiliki kecenderungan untuk menjadi pelaku bullying juga. Karena ia memiliki contoh perilaku yang bisa dijadikan bahan untuk membully, lalu di sekolah atau daerah lain jadi pembully. Ataupun di media sosial ia bisa membully orang lain dengan lebih leluasa karena pengalamannya dibully.
- Sakit jantung
Keluhan kesehatan akibat bullying itu beragam tergantung kondisi fisik dan mental si korban ketika menghadapi bullying. Pemerhati anak Seto Mulyadi mengungkapkan trauma yang dirasakan para korban bullying bisa membuatnya jatuh sakit.” Ketakutan karena ada ancaman terus-menerus jadinya jantung terganggu dan darah tinggi”.
- Depresi
Dikutip dari stopbullying.gov, bullying dapat berakibat pada meningkatnya perasaan sedih dan kesendirian pada korban, termasuk perubahan pola tidur dan makan akibat sering cemas serta hilangnya minat pada kegiatan yang biasanya sering dilakukan. Hasil riset dari Brown Universitymengungkapkan pelaku bullying berisiko dua kali lipat mengalami depresi, kecemasan dan gangguan pemusatan perhatian daripada si korban. Sedangkan riset lain dari Universtity of Essex UK pun menemukan orang-orang yang terlibat bullying, baik sebagai korban maupun pelaku bullying atau biasa disebut “ bully-victims” berisiko enam kali lipat terserang sakit kronis.
- Penurunan prestasi
Cyberbullying secara khusus pada remaja dapat mengakibatkan korban akan mengalami low- achievers, yakni tidak optimal dalam usaha belajarnya. Selama pembelajaran siswa akan mudah lupa dengan materi yang telah disampaikan oleh guru maupun dosen, sehingga suasana kompetitif yang biasanya terjadi di kelas akan hilang, baik kompetisi siswa dengan dirinya sendiri (self competition), kompetisi antara siswa dalam satu kelompok (intra group competition), maupun kompetisi antara kelompok (inter group competition).
- Melakukan tindakan kriminal
Stopbullying.gov juga menekankan pem-bully atau korban sama-sama berisiko melakukan tindak kriminal sebagai bentuk pelampiasan atas kekerasan sosial yang mereka alami. Biasanya terlibat dalam perkelahian, vandalisme, mengkonsumsi minuman keras atau menyalahgunakan obat-obatan terlarang.
- Perilaku agresif
Selain cenderung melakukan tindak kriminal baik pem-bully atau korban sama-sama berisiko melakukan perilaku agresif misal lebih mudah memukul dan berkelahi serta cenderung melakukan aktivitas seks di usia dini, terutama bila sejak kanak-kanak sudah rutin di bully. Bahkan mereka dikatakan berisiko membawa perilaku ini hingga berajak dewasa. Tidak menutup kemungkinan hal serupa akan dilampiaskan pada seseorang.
- Bunuh diri
Psikolog Katarina Ira Puspita yang tergabung di Kasandra And Associates Psychologial Practice mengatakan tindakan cyberbullying merupakan salah satu dampak penggunaan teknologi informasi dan tindakan ini sangat berbahaya. “Bisa berdampak terhadap tindakan bunuh diri bagi si korban cyberbullying,”.
Ini menunjukkan betapa ngerinya dampak bullying terhadap kondisi psikologis seseorang. Bila korban tidak mampu mengabaikan kondisi bullying yang ia terima, bullying dapat menyebabkan si korban jadi depresi yang pada akhirnya bisa berujung pada ketidakpuasan hidup dan munculnya inisiatif untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Melalui penulisan refleksi ini penulis berharap supaya setiap orang lebih bijak dalam mempergunakan media sosial. Ada banyak manfaat yang kita peroleh melalui media sosial, namun tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial dapat dimanfaatkan orang lain untuk menyebar kebencian dan perpecahan. Untuk itu kita harus memperhatikan dengan baik dalam penyebaran informasi-informasi yang kita baca, haruslah diperhatikan kebenaran yang terkandung dalam informasi tersebut, mulailah dari diri kita sendiri untuk tidak mengomentari secara kasar, menyerang orang yang kita anggap melakukan kesalahan dan menjadi provokator untuk menyebarkan berita penuh pertikaian. Mari memulai dari diri sendiri untuk mempergunakan media sosial untuk membagikan hal-hal positif yang bersifat membangun, mendukung satu sama lain dan menolong orang lain untuk memiliki kondisi psikologis yang lebih sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Avtgis, Theodore dan Rancer, Andrew S. Arguments, Aggression, and Conflict: New Directions in Theory and Research. New York: Routlegde, 2010.
Kowalski, Robin M et al. Cyberbullying: Bullying in The Digital Age. ed. ke-2. Chichester: Blackwel Publishing, 2012.
Setyaningrum, Rosdiana. Pengaruh Cyber Bullying Terhadap Psikologis Korban. http://a10mahira.blogspot.co.id/2016/06/pengaruh-cyber-bullying-terhadap.html (diakses 15 Mei 2016).