Menikmati Relasi yang Bermakna
Mba Awl komen di postingan aku Ko Dia Bisa Sekuat Itu Sih? , bilang:
Aku salut dengan mbak dan teman mbak yang mau bercerita dan mendengarkan dengan seksama, mengingat rasanya susah bertemu dengan teman² di luar sana yg tulus:’))
Komen ini benar-benar udah menjadi pemikiranku sejak bertahun-tahun yang lalu. Sadar banget sih relasi yang baik itu ngga ternilai harganya. Keluarga yang menyayangi kita dengan beragam cara, teman yang mengerti dengan tulus, semuanya itu ngga bisa dibeli dengan uang. Mau bayar semahal apapun nggak bakal bisa bikin orang lain tulus mengasihi kamu yang punya berbagai keunikan dan keanehan haha
Susah banget cari teman yang tulus zaman sekarang ini, bukan berarti ngga ada ya. Ada tapi langka! Layak dilestarikan dan dijaga sedemikian rupa
Sebenarnya daripada sibuk nyari teman yang tulus, lebih baik jadi teman yang tulus untuk orang lain dulu. Percayalah bahwa segala sesuatu yang berasal dari hati akan menyentuh hati pula, ketemu aja ko orang-orang baik yang akhirnya menjadi teman baik
Kalau menurut aku, semua relasi yang baik tidak terlepas dari campur tangan Tuhan di dalamnya, bermodalkan usaha manusia sangat terbatas. Kenapa? Karena pada dasarnya manusia egois dan mementingkan kebutuhannya sendiri, tanpa pertolongan Tuhan mana mampu sih menerima orang lain bahkan terkadang harus mengutaman kebutuhannya pula? Angkat tangan pasti LOL
Tapi disamping campur tangan Tuhan, manusia juga harus aktif dan berusaha. Semua hal baik emang butuh usaha 😀 Dalam berelasi, harus ada kerja sama dua belah pihak karena namanya relasi tidak dibangun dalam satu malam. Butuh waktu lama untuk membangun kedekatan, rasa percaya dan saling membutuhkan, bisa sampai menahun bahkan
Misalnya keluarga, nggak semua keluarga otomatis dekat. Ada loh yang baru bisa menikmati indahnya relasi keluarga setelah dewasa, dengan proses pemulihan relasi yang tidak mudah tentu saja. Memperbaiki kualitas relasi dalam keluarga, itu prosesnya bisa panjang banget karena sudah ada sistem dan kebiasaan yang terbentuk. Kalau nggak ada yang memulai dan berusaha, ya begitu-begitu aja sampai tua nggak ada kedekatan. Sedih 🙁
Tapi ada juga sih yang memang pada dasarnya berasal dari keluarga yang memiliki komunikasi dan relasi yang baik sejak awal, jadi ya enjoy aja dan nggak terlalu ada masalah. Fix kalau kamu salah satunya, kamu mendapatkan privilege yang diidamkan banyak orang

Dalam pertemanan, percaya deh ada banyak orang yang tersadar di titik tertentu, ko gue ga punya teman yang benar-benar dekat ya? Maksudnya bukan cuma teman haha hihi atau senang-senang doang, tapi seseorang yang mengenalmu seada-adanya dan tetap menerima
Di titik itu biasanya orang sedang merasa kesepian, walaupun ada banyak orang di sekelilingnya. Adakalanya rasa sepi bukan karena ga punya support system, tapi memang belum memaksimalkan relasi yang ada aja.. Semua relasi dibiarkan dangkal dan tidak berani membuka diri.. Ngga berani keliatan lemah dan sedang tidak baik-baik saja, banyak teman tertawa tapi tidak ada teman menangis. Semua relasi menjadi tidak bermakna!
Jujur berani dikenali itu ngga mudah, serius! Menutup diri rasanya lebih aman, ngga rawan penolakan atau cemoohan. Tapi kudu siap menanggung resiko kesepian dan ngga pernah mengecap indahnya keluarga dan persahabatan.. Sedih bukan? Tapi yagitu, mulai membuka diri itu berat banget. Suka overthinking dengan resiko yang belum tentu terjadi
Lalu bagaimana caranya supaya memiliki relasi pertemanan yang bermakna? Usaha apa yang bisa dilakukan? Apakah harus masuk ke lingkungan baru dan mencari teman baru? Harus mulai dari awal banget nggak sih, karena relasi yang sekarang sudah begitu aja sulit berubahnya
Menurutku ngga harus masuk ke lingkungan dan pertemanan baru sih. Coba liat aja sekelilingmu, siapa orang yang selama ini baik dan care tapi kamu take it for granted, atau kurang bisa melihat bahwa dia beneran tulus. Bisa jadi teman yang kamu anggap kurang keren itu loh yang cocok jadi sahabatmu. Atau seseorang yang justru kamu anggap too good to be true mau temenan sama kamu 😀
Intinya, maksimalkan dulu deh relasi yang ada, coba ngobrolnya ngga cuma hal-hal dangkal seperti hobi, drama hits, makanan hits, dll Isi obrolan mulai lebih dalam dengan berani bicarain apa yang sedang dirasakan, masalah yang sedang dihadapi, sumber stress yang membebani mungkin atau pergumulan hidup yang cukup berat dan sudah disimpan menahun
Bisa juga pemikiran-pemikiran yang selama ini kamu nggak berani sampaikan ke siapapun, diskusi isu-isu sensitif, bicarain dosa pribadi yang sulit ditinggalkan, dan banyak lagi hal yang bisa dibahas. Topik pembicaraan tuh kaya banget, bisa nggak abis-abis 😀
Tetap hati-hati sih, karena bisa jadi salah mempercayai seseorang membuatmu makin takut berelasi secara mendalam. Lagi-lagi, lihat dulu apakah orang tersebut terpercaya, tulus dan memang baik. Kalau di sekitarmu ada orang yang seperti ini, belajarlah untuk mempercayai dan membagikan hidupmu dengannya
Manatau relasi ini akan menjadi salah satu relasi bermakna yang bisa kamu nikmati, menolong bertumbuh dan menikmati hidup tanpa kesepian. Belajar percaya bahwa masih banyak ko orang baik di dunia ini, dan kamu berhak menikmati kualitas relasi yang mendalam dengan seseorang.

Jujur aku juga pernah ko di titik kesepian dan merasa nggak dekat dengan siapapun, padahal teman rameeeeeee, ada dimana-mana dan siapa sih yang percaya seorang Erika kesepian? Anaknya happy, ramah, pintar bergaul dst dst, masa kesepian? Banyak orang yang menganggap aku sahabat baik, tapi monmaap aku ngga merasa punya sahabat saat itu
Mereka bebas cerita apa saja, aku pendengar yang baik dan bisa kasih saran terbaik juga. Mereka bebas mengekspresikan emosi apa saja, aku siap menerima dan memahami. Ketika mereka mendapatkan itu semua dariku, ya wajar mereka anggap aku sahabat baik bukan?
Tapi tidak denganku, aku terlalu takut dikenali. Ntar kalau orang tau kelemahan aku mereka masih mau temenan nggak, mereka mikir apa kalau tau aku punya sifat jelek, aku ingin dikenal sebagai seseorang yang sempurna, yampun anak Tuhan aktif pelayanan ko kaya gitu, hahhh ternyata Erika bisa stress juga ya padahal masalahnya gitu doang dan banyak lah pemikiran yang bikin lelah dan nggak kemana-mana
Bahkan ke keluarga aja aku selalu tampil kuat loh dulu hahaha Tipikal anak perempuan pertama banget ngga sih akutuh. Aku haruss kuat, mampu, mandiri, dan nggak ngerepotin siapapun. Semua masalah tanggung sendiri, pikirin sendiri, selesaikan sendiri. Keluarga nawarin bantuan aja ditolak woe demi membuktikan diriku mampu bertahan sendiri LOL Dipikir-pikir konyol juga sih masa itu
Di satu titik aku akhirnya udah nggak tahan dan mulai berubah hahaha Cerita aja kalau mau cerita, ngaku kalau lagi ngga baik-baik aja, belajar nangis di depan orang lain dan memberi diri dipeluk lalu dikuatkan. Meminta bantuan ke keluarga, mulai memperbaiki relasi dengan ortu dan adik-adik, belajar menikmati masalah keluarga bersama-sama dan pelan-pelan diperbaiki
Dari pengalaman itu aku menyadari bahwa ternyata orang lain juga bisa aja menerima kelemahanku, tetap berteman bahkan relasi semakin bertumbuh lebih dalam. Dengan mulai berubah, aku menemukan sahabat-sahabat terbaik sampai hari ini. Aku mengalami yang namanya mengasihi dan dikasihi dalam waktu yang sama. Aku lebih bisa menikmati relasiku dengan keluarga karena berani terbuka dengan situasi yang dihadapi satu sama lain.
Jadi sayang banget nggak sih kalau membiarkan diri kesepian hanya karena tidak memaksimalkan dan memaknai relasi yang ada? Bagaimana menurut kamu, masuk akal nggak sih? Seberapa penting relasi yang bermakna buat kamu?
Cerita yuk di kolom komen..
Share yaaa jika kamu merasa tulisan ini bermanfaat ~~~~
Salam,
Erika <3
4 Comments
Pingback:
Monika Meitasari Astuti
Aku setuju banget sih, makin usia segini untuk menemukan teman yang bener-bener baik dan mengerti kita itu susah. Jangankan teman, kadang dengan keluarga pun aku merasa masih ada gap, dan belum benar-benar bisa membangun relasi yang lebih bermakna.
Terimakasih sharingnya, mba 🙂
Erika H Sinaga
Hai mba Monika…
Memang benar mbak, justru PR pemulihan relasi dengan keluarga itu paling panjangggggg…
Karena sistemnya sudah terbentuk puluhan tahun, uda pasti sulit berubah..
Tapi tetap ada harapan sih, pelan2 mulai memperbaiki kualitas komunikasi dari hal2 simpel dulu..
Tetap semangat ya mba… Semoga semakin peka dengan peluang untuk masuk ke dalam komunikasi yang lebih personal dengan keluarga <3
Pingback: