Counselor Life,  Personal Stories

PERSONAL CHARACTERISTIC OF THE COUNSELOR : SELF UNDERSTANDING

Gary Collins mengatakan bahwa salah satu karakteristik yang sangat penting yang harus dimiliki oleh seorang konselor adalah self understanding. Collins mengatakan:

When we have unrecognized hostility, insecurity, unusual sexual urges, strong needs for acceptance, or other “hangups,” these can come out in counseling and interfere with our ability to help others. It it true, that religious counselors tend to be highly ambitious, overly impressed with the importance of their work, inclined to condemn and ill-at-ease in knowing how to handle their own sex urges, then we must guard against forcing these characteristics upon others. 

Saya setuju dengan pernyataan Collins di atas, bahwa di dalam diri seorang konselor harus terdapat pemahaman dan pengenalan akan diri sendiri, karena dengan pengenalan akan diri sendiri, kita dapat mengevaluasi dan mengontrol perilaku kita, dan lebih dapat menghargai perasaan dan perilaku konsele. Pengenalan akan diri yang dimaksud termasuk kesadaran akan nilai dan kepercayaan yang kita miliki, karena hal ini akan mempengaruhi kita dalam membangun hubungan dengan orang lain termasuk dalam proses konseling.

Gerald Corey mengatakan bahwa seorang konselor yang efektif harus memiliki identitas yang jelas, sehingga mengetahui siapa dirinya, batas kemampuannya, apa yang mereka inginkan dalam hidupnya, dan apa yang paling penting dan utama dalam kehidupannya. Tanpa memiliki identitas yang jelas konselor tidak akan mampu merefleksikan apa yang dibutuhkan oleh klien dan standar apa yang dimiliki oleh klien dalam kehidupannya.  Penelitian yang dilakukan oleh Melvin L. Foulds menemukan:

The ability to sensitively and accurately perceive the inner “being” or experiencing of another human being and to communicate this understanding to him, and the ability to be authentically real in a genuine encounter without defensive phoniness or without hiding behind the mask or facade of a professional role seems to be related to psychological well-being or self-actualization. 

Gerard Egan juga mengatakan bahwa kemampuan konselor memahami dirinya sendiri menolong konselor memiliki kemampuan empati, yaitu kemampuan untuk memahami konsele dan memahami permasalahan konsele dari sudut pandangnya, dan menyampaikannya pada waktu yang tepat.  William M. Laser melakukan sebuah penelitian terhadap para konselor di Michigan untuk melihat bagaimana hubungan antara empathic understanding dengan progress di dalam konseling. Laser menemukan bahwa kemampuan para konselor untuk mengenali dan memahami dirinya sendiri dengan baik menolong mereka untuk bisa mengenali dan memahami konsele, sehingga memiliki pengaruh yang positif terhadap kemajuan dan progres positif dalam diri klien.

Dengan tingginya kualitas pengenalan diri yang harus dimiliki oleh konselor, Corey mengatakan bahwa seorang calon konselor membutuhkan pengalaman konseling pribadi dengan konselor profesional, sehingga ia memiliki pengalaman sebagai seorang konsele, menyelesaikan masalah-masalah pribadinya dalam konseling yang berkualitas dan mengeksplorasi self awarness dalam diri calon konselor. Dengan adanya pengalaman konseling secara pribadi, maka calon konselor memiliki kesempatan untuk menguji kebutuhan, nilai yang dianut dan mengembangkan motivasi yang murni untuk menjalani panggilan sebagai seorang konselor.

Hal ini didukung oleh pernyataan Marianne Schneider, bahwa seorang calon konselor membutuhkan konseling pribadi karena pengalaman bersama keluarga juga memiliki peranan penting dalam membentuk diri, dan konflik dalam keluarga dapat mempengaruhi kita dalam menyelesaikan masalah dengan klien secara tidak sadar. Schneider mengatakan:

Identifying and resolving unfinished business related to your family of origin allows you to establish relationships that do not repeat negative patterns of interactions. As you review your family history, you will no doubt agai some insights into patterns that you have “adobted” from your family of origin. Your own therapy helps you to understand how these past conflicts are still affecting you. As you begin to practice counseling, you might become aware that you are taking on proffesional role that resembles the role you played in your family. 

Dari pernyataan Schneider dapat dipelajari bahwa seorang calon konselor perlu untuk mengenali pola-pola interaksi yang dilakukan di dalam keluarga, peranan yang sering di gunakan dan menyelesaikan semua konflik di dalam diri sesuai dengan kebiasaan dalam keluarga selama ini, sehingga konselor secara sadar dapat mengantisipasi pola tersebut tidak dibawa dalam proses konseling yang dilakukan terhadap klien. Dengan adanya konseling secara pribadi, konselor juga belajar untuk mampu memisahkan kehidupan pribadi dengan pekerjaan sebagai seorang profesional, karena memisahkan antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan profesional bukan sesuatu yang mudah, terlebih bagi seorang pemula.

Yakub Susabda menjelaskan secara spesifik mengenai pastoral konseling, yaitu konseling yang dilakukan oleh para hamba Tuhan yang mengambil spesialisasi dalam konseling. Susabda mengatakan bahwa tidak semua hamba Tuhan secara otomatis layak menjadi pastoral counselor. Seorang pastoral counselor harus kehilangan sebagian identitasnya sebagai hamba Tuhan, mau melayani para jemaat sehingga konselor dan konsele boleh bersama-sama menikmati anugerah-Nya dalam kesatuan tubuh-Nya. Mereka harus mau diproses dengan belajar jujur pada diri sendiri dan menerima tanggung jawab pelayanan konseling dengan rela.   Seorang pastoral counselor juga harus memahami tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya pada Tuhan serta mencapai tujuan itu dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang Tuhan berikan kepadanya.

BIBLIOGRAFI
Collins, Gary. Effective Counseling. United States: Creation House, 1972.
Corey, Gerald. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. United States: Cole Publishing Company, 1991.
Egan, Gerard. The Skilled Helper. Unite states: Brook Cengage Learning, 2010.
Foulds, Melfin L. “Self-Actualization and the Communication of Facilitative Conditions during Counseling.” Journal of Counseling Psychology, Vol. 16, No. 2 (1969): 132-136.
Laser, William M. “The Relationship Between Counseling Progress and Empathic Understanding.” Journal of Counseling Psychology, Vol. 8, No.4 (1961): 330-336.
Schneider, Marianne dan Corey, Gerald. Becoming a Helper. United states: Cole Publishing Company, 2011.
Susabda , Yakub. Pastoral Konseling: Pendekatan  Konseling Pastoral Berdasarkan Integrasi Teologi dan Psikologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014.

Penulis: Erika Hotmaulina Sinaga, S.Psi
Mahasiswa Magistes Pastoral Konseling STTRI Jakarta

Jakarta, 07 Desember 2016

2 Comments

  • Chris

    Sudah baca lengkap. Setuju dg judul. Self understanding juga penting untuk semua orang yang kerja sama dalam hubungan coaching, mentoring, baik karir, olah raga maupun bisnis. Kalo saya berikan nilai: A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *