Believer,  Psychology & Counseling

APLIKASI TEORI INTERDEPENDENSI KELOMPOK DALAM DINAMIKA KELOMPOK KECIL

Sumber Gambar

Saya tertarik untuk merefleksikan mengenai interdependensi dalam kelompok secara khusus di dalam kelompok kecil. Interdependensi dalam kelompok merupakatan hubungan dan keterikatan yang dimiliki sesama anggota kelompok dengan melibatkan diri satu sama lainnya, sehingga apa yang terjadi dengan salah satu anggota akan mempengaruhi anggota lainnya. Keterikatan ini terjadi karena adanya hubungan yang mendalam dan tidak hanya berfokus kepada tujuan kelompok. Gerald L. Wilson menyampaikan bahwa suatu kelompok dinyatakan interdependen karena di dalam kelompok terjadi proses seperti berikut:

The interactions and behaviour of individual group members influence all the members of the group; that is, the members of a group exert mutual influence. They listen to one another. They talk with one another. They attemp to affect one another’s attitude, thinking, and behaviour. They influence the collective mentality and the collective behaviour of the group. They respond to each other in a variety of ways. The members of a group are interdependent. They are related by talk and intention, and they interact from a shared motive. It is because of this mutual influence that the group itself is a “new experince” each time it meets.

Dengan adanya interaksi  antar anggota kelompok seperti yang dinyatakan oleh Wilson tersebut, maka sesama anggota kelompok memberikan pengaruh satu sama lain yang cukup signifikan baik dalam proses bersikap, berpikir,  motivasi, dan berperilaku yang tentunya mempengaruhi kemampuan grup dalam mencapai tujuan bersama. Sehingga keseimbangan antara fokus kepada pencapaian tujuan dan pemenuhan sosioemosional dari para anggota kelompok harus dipenuhi. Mengenai hal ini, David W. Johnson dan koleganya juga mengungkapkan pemikirannya mengenai grup interdependen, mereka mengatakan bahwa:

Interdepence among group member’s goals results in their encouraging and facilitating each other’s efforts to produce. This mutual help and assistance is followed by the beliefs that one is liked, supported, and accepted by fellow group members, that other group members care about how productive one is and want to help one produce, and that group members are trustworthy. Group member seek more information from each other, utilize each other’s information, engage in oral rehearsal of the information being exchanged, and influence each other’s attitude and conclusions. Group members become intinsically motivated to succeed, have high expectations for succes, strive for mutual benefit, have continuing motivation to complete the task, persist, and are committed to success. Finally, the positive interdepence among group members and the promotive interaction that results create high productivity, morale, and effectiviness.

Melalui informasi yang diutarakan oleh Johnson dan Johnson semakin jelas bahwa interdependensi di dalam kelompok sangat berpengaruh besar terhadap tercapainya tujuan dan interaksi sosioemosional dalam grup.  Karena dengan adanya perhatian dan dukungan satu sama lain meningkatkan produktivitas anggota dan keinginan untuk sukses dan mencapai tujuan semakin tinggi.

Saya tertarik mengenai hal ini karena pengalaman  selama melayaniTuhan banyak diperhadapkan dengan dinamikadi dalam kelompok, secara khusus kelompok kecil. Kelompok kecil merupakan ujung tombak pelayanan yang saya kerjakan selama beberapa tahun di pelayanan mahasiswa dan juga pemuda gereja. Saya ingin merefleksikan bagaimana teori yang dikemukakan di atas dapat diaplikasikan dalam mencapai kualitas kelompok kecil yang semakin baik dan sesuai dengan harapan bahwa melalui kelompok kecil para anggota dapat memiliki wadah untuk bertumbuh di dalam Tuhan dan menjadi murid Kristus yang taat dan setia.

Konsep kelompok kecil sesuai dengan gaya kepemimpinan Yesus selama hidup di dunia, yang dapat kita renungkan dari nats Alkitab yang dituliskan dalam Matius 9:35-10:1. Pelayanan Yesus di dunia cenderung singkat, hanya berlangsung selama tiga tahun. Waktu yang singkat ini dipergunakan oleh Yesus untuk melayani orang banyak sekaligus melatih murid-muridNya untuk melanjutkan pelayananNya ketika Yesus tidak lagi berada di dunia. Yesus memang mengasihi dan melayani orang banyak, namun Ia secara khusus memilih dua belas  murid dan  lebih banyak mengalokasikan waktu yang Ia miliki  bersama dengan mereka. Latar belakang dan kemampuan yang dimiliki oleh murid pada saat itu bukanlah hal utama, Yesuslah yang akan membentuk mereka menjadi seperti yang Ia inginkan.

Tujuan pemuridan yang dilakukan oleh Yesus terhadap muridNya adalah dua belas orang (dikurangi Yudas) ini di kemudian hari dipercayakan untuk melanjutkan misi Tuhan Yesus di muka bumi (Mat 28:16-20). Mereka ini yang kemudian menjadi orang-orang kunci dalam pembentukan dan peletakan dasar dalam kehidupan jemaat mula-mula. Ini menjadi satu gambaran tentang bagaimana Kelompok Kecil bisa menjadi sarana yang efektif dalam proses pembentukan orang menjadi murid Kristus. Para murid yang telah dibina di dalam kelompok kecil ini diharapkan dapat menjadi orang-orang kunci dalam melanjutkan estafet pelayanan ke depannya.

Belajar dari gaya kepemimpinan Yesus terhadap murid-muridnya, Yesus memperlihatkan teladan mengenai keseimbangan antara tercapainya tujuan kelompok muridNya dan juga ikatan sosioemosional diantara paramurid, yang sesuai dengan konsep interdependen dalam grup seperti dijelaskan di atas. Beberapa bagian firman Tuhan menuliskan mengenai hal-hal yang dilakukan oleh Yesus terhadap murid-muridnya dalam mencapai tujuan dari pemuridan yang Yesus lakukan dan terciptanya keterikatan sosioemosional di antara para murid, antara lain:

  1. Dalam Markus 6:6-13 diceritakan bagaimana Yesus mengutus muridNya berdua-dua dan menjelaskan dengan detail kepada para murid mengenai hal yang berkaitan dengan pelayanan tersebut. Sebagai pemimpin Yesus memperlengkapi para murid dengan sangat baik supaya tujuan dari pelayanan tersebut dapat tercapai.
  2. Dalam Yohanes 21: 15-19 Yesus mengingatkan murid untuk menggembalakan domba-dombaNya, yang artinya adalah memuridkan anak-anak Tuhan di seluruh dunia sebagai tujuan dari pemuridan yang telah mereka alami bersama Yesus.
  3. Yohanes 13:14-15: Yesus menunjukkan teladan kepada muridnya untuk saling melayani satu sama lain dengan membasuh kaki kedua belas muridNya. Saling melayani adalah bentuk dari keterikatan satu sama lain diantara para murid.
  4. Luk 22:31-32: Yesus mengingatkan Petrus untuk menguatkan yang lain
  5. Mark 1:29-31: Yesus menyembuhkan ibu mertua Petrus yang sedang sakit

Dari beberapa contoh hal yang dilakukan Yesus terhadap murid-muridNya diatas, dapat dilihat bahwa Yesus tidak hanya memperhatikan tujuan dari pemuridan yang dilakukanNya terhadap kedua belas murid, namun juga hubungan yang terjalin diantara mereka. Yesus menegur, melayani dan memberikan teladan kepada mereka bagaimana harus memperlakukan satu sama lain. Yesus juga mengutus mereka berdua-dua untuk melayani.

Saya merefleksikan pengalaman saya dalam memimpin kelompok kecil selama beberapa tahun terakhir. Dari beberapa kelompok kecil yang pernah saya pimpin, saya cenderung merasa gagal untuk membangun interdependensi diantara anggota kelompok kecil tersebut. Anggota kelompok hanya terlihat perduli satu sama lain ketika bertemu di dalam kelompok, sedangkan di luar kelompok mereka layaknya orang lain yang tidak  terlalu dekat. Saya merasa tidak berhasil untuk menyeimbangkan antara tujuan kelompok kecil dan sosioemosional dalam grup. Saya lebih fokus untuk mencapai tujuan kelompok, tanpa melihat bagaimana kondisi dari masing-masing anggota pada saat itu. Kurangnya kepekaan sebagai seorang pemimpin kelompok kecil membuat saya tidak bisa memahami situasi yang sedang dialami oleh para anggota kelompok, namun terus memfokuskan diri kepada tujuan program kelompok kecil yang berhubungan dengan bahan pada saat itu, hal-hal yang harus disampaikan kepada anggota kelompok, dan lainnya.

Namun saya mendapati bahwa kondisi kelompok kecil yang saya pimpin semakin lama semakin keropos. Anggota kelompok mulai memberikan banyak alasan ketika waktu untuk kelompok kecil tiba. Sehingga kelompok kecil tidak berjalan secara teratur, mulai menunda-nunda kelompok kecil karena kurangnya kerinduan untuk bertemu satu sama lain. Dengan berkurangnya waktu untuk bertemu dan jarang memberikan diri untuk hadir di dalam kelompok kecil, tujuan dari kelompok pun pada akhirnya tidak tercapai. Terkadang anggota kelompok kecil yang saya pimpin bergantian dalam ketidak hadiran sehingga sangat sulit untuk melanjutkan kelompok kecil dan membahas bahan yang harusnya dipelajari bersama pada hari itu. Sehingga kelompok kecil semakin jauh dari standar yang diberikan oleh pengurus pelayanan di kampus.

Saya mulai merasa tidak nyaman dengan anggota kelompok kecil karena jarang bertemu, pada saat tidak bertemu pun kami kurang memberi diri untuk saling menanyakan kabar. Hubungan satu sama lain semakin jauh dan tujuan kelompok kecil semakin tidak tercapai. Kemudian saya mulai memberi label pada diri sendiri bahwa saya bukan pemimpin kelompok kecil yang baik, saya telah gagal karena tidak mampu mencapai tujuan dari kelompok kecil, saya juga tidak memiliki hubungan emosional yang erat dengan mereka pada saat itu, dan juga ikatan emosional antar sesama anggota kelompok kecil. Situasi ini sungguh menyusahkan hati saya, namun tidak mengetahui harus memulai memperbaiki situasi kelompok kecil darimana.

Namun saya diingatkan oleh kebenaran firman Tuhan dalam 1 Korintus 3:6, dikatakan: “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan.”. Selama saya memimpin kelompok kecil, saya sering lupa bahwa pertumbuhan anggota kelompok kecil bukan ditentukan oleh usaha dari seorang pemimpin, pemimpin hanyalah media yang dipakai Tuhan untuk memfasilitasi mereka bertumbuh, namun pertumbuhan hanyalah dari Tuhan. Kealpaan saya akan pemahaman tersebut sering membuat saya bergerak tanpa merasakan tuntunan Tuhan, melakukan apa yang menurut saya baik, dan saya merasa gagal.

Setelah mendapatkan pemahaman tersebut, saya mulai mengubah motivasi saya dalam memimpin kelompok kecil. Saya mulai memahami bahwa tercapainya tujuan kelompok kecil tidak lebih penting dari keintiman hubungan antara sesama anggota. Sehingga saya mulai membangun komunikasi yang lebih intens dengan mereka, lebih peduli dengan apa yang menjadi kebutuhan mereka, dan memberikan diri saya menjadi kakak dalam arti yang sebenarnya. Saya belajar bersyukur dengan sekecil apapun perubahan yang ada di dalam diri anggota kelompok kecil saya. Saya melihat bahwa mereka semakin dekat satu sama lain dan juga dengan saya, perlahan kami mulai bisa melanjutkan materi pembelajaran dalam kelompok kecil kami. Saya belajar bahwa dengan hubungan emosional yang semakin baik, tujuan dari kelompok kecil malah dapat tercapai walaupun proses memperbaikinya membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

Sebagai seorang pemimpin kelompok kecil, saya juga harus belajar meneladani Yesus dalam hal melayani anggota kelompok kecil, memperhatikan sejauh mana mereka bertumbuh, melatih dan mendampingi mereka untuk terlibat dalam pelayanan dari yang sederhana sampai membutuhkan komitmen yang besar, memikirkan cara-cara yang dapat mendekatkan anggota kelompok dengan mengenal keunikan masing-masing pribadi dan memberikan banyak kesempatan untuk berinteraksi di dalam kelompok. Walaupun saya adalah pemimpin, saya tidak boleh mendominasi pembicaraan di dalam kelompok kecil dengan fokus kepada bahan-bahan yang harus disampaikan, atau membicarakan mengenai diri saya dengan semua pergumulan yang ada. Kesempatan untuk berbicara dan didengarkan akan menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi para anggota kelompok kecil.

Interdependensi di dalam kelompok kecil juga dapat ditingkatkan dengan mengadakan acara persekutuan, misalnya piknik bersama, memasak di rumah salah satu anggota kelompok, mengunjungi ketika ada anggota keluarga yang sakit, memperhatikan kondisi studi masing-masing, dan banyak hal yang lain yang dapat dijadikan media untuk belajar saling memperhatikan. Besarnya rasa perhatian satu sama lain di dalam kelompok akan menghadirkan rasa kepemilikan dan kebergantungan satu sama lainnya, sehingga masalah satu anggota kelompok akan mempengaruhi anggota lainnya. Seharusnya tidak ada anggota kelompok kecil yang merasa sendiri dalam menghadapi masalahnya, karena ia memiliki sahabat dan saudara di dalam Tuhan yang merasa senasib sepenanggungan dengan dirinya, yaitu teman kelompok kecil.

Melalui refleksi ini saya semakin menyadari betapa indahnya persekutuan di dalam kelompok kecil, dimana kita seharusnya dapat  mengenal diri sendiri dan belajar menjadi diri apa adanya, memenuhi kebutuhan diri kita akan pertumbuhan iman,  belajar memberi dan menerima perhatian dan kasih. Sehingga apa yang dialami oleh orang lain menjadi begitu penting bagi kita, dan kerinduan untuk semakin mengenal Tuhan juga semakin besar di dalam diri kita. Kita harus menyadari bahwa sering sekali seorang Kristen tidak memiliki wadah untuk mengenal dan dikenal secara genuine dan autentik, banyaknya keluarga dan gereja yang disfungsi membuat kta berjalan tertatih sendirian untuk pertumbuhan iman kita. Kelompok kecil adalah wadah yang sangat potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Saya rindu untuk kembali melayani dengan membangun pondasi kelompok kecil yang kokoh, belajar dari Yesus teladan yang sempurna, yang telah memberikan contoh yang begitu baik dalam pemuridan melalui kelompok kecil. Kampus dan gereja membutuhkan kelompok kecil sebagai ujung tombak pelayanan.

Amin.

 

BIBLIOGRAFI

Beasley, George R dan Murray. World Biblical Commentary: John, Second Edition. Nashville: Thomas Nelson Publisher, 1999.

Best, Ernest. Disciples and Discipleship: Studies In The Gospel According to Mark. United Kingdom: T..&T. Clark, 1986.

Guelich, Robert A. World Biblical Commentary: Mark 1-8:26. Dallas: Word BookPublisher,

1989.

Johnson, David W. dan Johnson, Frank P. Joining Together: Group Theory and Group Skills. New Jersey: Prentice-Hall, Inc,1987.

Nolland, John. World Biblical Commentary: Luke 18:35-24:53. Nashville: Nelson Reference & Electronic,1993.

Sutrisna. Jadikanlah Semua Bangsa MuridKu. Jakarta: Perkantas Jakarta, 2016.

Wilson, Gerald L. Group In Context: Leadership and Participation in Small Groups, 5th Edition.Boston: McGraw-Hill College, 1999.

2 Comments

  • 278

    Makasih y Erika, udah share. Interdepensi kelompok… mmmmm…. hal yang juga selalu kurindukan di dalam KK. Aku sendiri juga srg gagal dstu. Kdg ogah2an utk mnanyakan kondisi tmn atau adik kelompok. Merasa aahh temenannya di kelompok aja, di luar biasa aja la, krn jujur kdg msh ada gk suka sm sifat tmn atau adik kelompok. Sehingga pengaruhnya adalah kelompok jadi tidak sehat dan kualitasnya pun ogah2an. KK justru jdny situasional, spt yg Erika share di atas. Terlihat slg peduli jika sdg kelompok. Tetapi di luar itu, kita punya tmn lain yg lbh nyaman. Namun bersyukur sampai hari ini. Mgkin krn digelisahkan oleh Roh Kudus jg. Aku msh srg rindu dan ingin menanyakan kabar tmn atau adik kelompok dulu. Bersyukur lagi krn bbrp diantaranya masih kontak dan bisa ketemu sampai skrg. Masih ada kerinduan untuk bertemu itu rasanya menenangkan. Terima kasih.

    • Erika H Sinaga

      Hai 278, thanks ya sudah mampir dan komen.. Memang ideal banget sih, dan sulit untuk diaplikasikan terutama bagi orang2 yang tidak terbiasa memiliki hubungan yang personal dan dekat secara emosi. Terkadang ada kekecewaan yang kita simpan sendiri juga terhadap teman2 KK. Bersyukur masih bisa kontak ya dengan mereka. Tetap semangat untuk KK 🙂
      Tuhan memberkati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *