Believer,  Premarital Relationship,  Uncategorized

Konseling Pranikah 2 – Cinta Dalam Pernikahan Kristen

Manusia yang diciptakan sebagai peta dan gambar Allah adalah makhluk sosial dan seksual yang mempunyai kebutuhan untuk mendekat dan mengikatkan diri dengan lawan jenis. Remaja dan pemuda biasanya membangun hubungan berpacaran dengan alasan saling mencintai, namun sering sekali memiliki interpretasi yang keliru mengenai cinta. Cinta diartikan sebagai nafsu, cinta romantis, dan cinta erotis. Padahal cinta sangat berbeda dengan nafsu, karena nafsu identik dengan dorongan dan ketertarikan seksual, cenderung membutakan, berpatokan pada gambaran ideal pasangan, dan cenderung jatuh cinta pada ide romantis bukan pada keberadaan manusia yang sesungguhnya.

Natur cinta yang sangat kompleks telah membuahkan berbagai macam teori dengan keunikannya sendiri, antara lain teori “triangular model of love” dari Robert Stenberg yang menyebutkan tiga komponen cinta, yaitu: intimacy, passion dan commitment.

  1. Komponen Intimacy/Keintiman

Sebagai bagian dari cinta natural, intimacy/keintiman dapat dikembangkan oleh setoap individu dalam hubungan dengan pasangannya. Intimacy adalah pengalaman kedekatan melalui kata-kata, sikap dimengerti dan diterima yang mendorong keinginan untuk lebih saling mendekat dan saling mengisi. Terdapat beberapa jenis intimacy:

  1. Emotional Intimacy, yaitu kedekatan secara emosi antara suami istri, bisa berkembang bila memiliki kebiasaan sharing, berbagi cerita, perasan,dll. Pasangan saling berbagi apa yang dirasakan sepanjang hari, hal-hal tidak penting saling berbagi cerita dan perasaan. Ini adalah milik eksklusif suami istri, dengan ini emotional intimacy dapat dipupuk. Hal ini harus dipersiapkan dulu, tidak otomatis kalau tidak ada modal. Intimacy dapat dipupuk dan dilatih yaitu emotional intimacy.
  2. Intellectual Intimacy, yaitu hal-hal yg intelek diceritakan dan didiskusikan, hal-hal yang terjadi dan menjadi berita dalam koran. Kalau pasangan tidak tertarik dengan apa yang terjadi dan diberitakan, intelektual tidak akan bisa menjadi sarana intimacy. Ada kemiripan, kalau membicarakan sesuatu pasangan memberikan tanggapan yang appropriate, sehingga dapat membahas mengenai politik, science,dll. Kalau masuk dalam intimasi intelektual harus siap masuk equilibrium konflik, tetapi dapat menyelesaikannya karena tidak mengaitkannya dengan emosi. Ini hanya interaksi secara rasionil. Semakin lama ini akan semakin baik dan sangat dinikmati bersama pasangan.
  1. Aestetic Intimacy è intimacy yang dibangun dengan sharing pengalaman the beauty of life, misalnya melihat awan, gunung, bunga, burung, dll. Tuhan menciptakan dengan luar biasa, dirasakan dalam hati, lalu di share dengan pasangan yang akan menyambut dengan kepekaan. Aestetic juga menyangkut kebenaran dan keadilan, kalau mereka bisa mengalami hal ini, maka mereka akan berkembang dengan luar biasa bisa memasuki area intimacy Pasangan harus menambah keintimannya dalam variabel2 yang lain, misal ada waktu berdua ke pantai, melihat matahari terbit dan tenggelam, ada keinginan untuk menikmati alam. Ini harusnya menjadi kebutuhan dalam keluarga. Aesthetic ini termasuk bisa menangkap kecantikan dan kegantengan dari pasangan. Banyak orang yg tidak melihat dan tidak perduli kecantikannya sendiri, sehingga cara berjalan, berdiri, sangat jelek sekali. Padahal setiap orang bisa belajar untuk menjadi cantik.
  2. Creative Intimacy yaitu intimasi melalui sharing hal yang kreatif, apa yang menjadi pikiran baru yg dilakukan secara unik oleh pasangan, misal istri ingin buat pizza sendiri di rumah, suami jangan melarang. Dia sedang mencoba kreatif, dan ini menjadi kebanggaan baginya, kalau ini dipuji dia akan menjadi seseorang yang bertumbuh yg grow. Ron Snyder mengatakan: a marriage is not just a personal relationship of affection between two people but it’s joint venture into a life of growth yaitu pernikahan bukan sekedar tinggal bersama, punya anak, ini adalah kerjasama untuk suatu upaya, selama hidup harus bersama, tidak hanya tinggal bersama, tidur bersama, tetapi ada sesuatu yg komitmen yang harus dilakukan bersama dengan kreativitas yang terus berkembang.
  3. Recreational Intimacy, intimasi ini bisa dimanfaatkan dan sangat baik, krena setiap orang butuh rekreasi, travelling, ke mall, ke taman,dll. Pada saat rekreasi harus menghargai natur anak-anak kita, karena kita adalah Homo Ludens = manusia yang bermain. Seharusnya kita bisa bermain, bersenang-senang, walaupun usia sudah semakin tua, tetap perlu bermain. Pada saat rekreasi, mungkin main layang2, main pasir, main kelereng sama cucu, bercanda sambil gelitikan dengan anak atau cucu,main hide and seek, dll.
  4. Work Intimacy, pekerjaan harusnya tidak memisahkan suami istri, walau tidak bersama tetapi harus saling mendukung. Saling mengingatkan bahwa mereka harus bisa membangun intimacy dengan sharing apa yang dikerjakan,meminta tolong kasih ide untuk pekerjaan, menanyakan pendapat pasangan mengenai kerugian usaha, dan lainnya.
  5. Chrisis Intimacy yaitu intimacy dibangun tidak selalu dengan hal yang baik, justru krisis dapat mendekatkan suami istri. Ada kalanya suami tidak punya reason mencintai istri, tapi ketika dia sakit sebulan, istri merawatnya, dia menemukan alasan untuk mencintai istrinya yg sangat baik dan perhatian. Krisis sering sekali saling menyalahkan, misal kerugian usaha. Harusnya tidak begitu, pasangan harus saling mendukung, mengatakan kalimat yang mendorong untuk kembali maju.

Misal menghadapi anak narkoba, tidak mungkin sendiri. Harus bergumul, berdoa, berdiskusi bersama sehingga mereka semakin dekat krna krisis ini.

  1. Spiritual Intimacy yaitu kita melibatkan Tuhan dalam hubungan, sehingga dapat menumbuhkan love yang conditional dan subjectif , menjadi love yang unconditional dan objectif dari Tuhan.

Kita berada dalam konteks kehidupan yang sama, sehingga dapat merasakan kasih Tuhan bersama, ini adalah kondisi yg sangat istimewa.

 2. Komponen Decision/Commitment

               Cinta natural juga memiliki komponen pertimbangan untuk mengambil keputusan dan mengikatkan diri dengan pasangan dalam bentuk yang resmi. Kehadiran komponen ini menentukan besarnya tanggung jawab, kesetiaan, dan keseriusan untuk mengabadikan hubungan. Ada banyak sekali kasus-kasus dengan berbagai jenis komitmen yang ada dalam pernikahan, karena setiap kondisi adalah unik dan tidak sama. Berikut ini adalah contoh kasus pernikahan dengan bentuk komitmen yang berbeda:

  1. Ada orang yang sejak pacaran sudah ragu-ragu, hubungan naik turun, karena ada hal-hal yang tidak disukai dari pasangan, tetapi hubungan tetap diteruskan. Dalam pertimbangan untung ruginya, dia berani menikah dengan orang ini karena sudah terlalu lama pacaran jadi sungkan, hubungan ini beresiko besar sekali. Apalagi alasan menikah adalah karena kasihan, sudah seks pranikah,dlsb.
  2. Ada individu setelah menikah menyesal tapi tidak berdaya, namun ia tidak mau meninggalkan pasangan. Tapi dia selalu berfantasi dengan seseorang yang lain, kemungkinan bagaimana hubungannya kalau dia bersama dengan orang itu. Kalau ada kesempatan seperti ini, dia akan berselingkuh dengan orang itu. Karena decision commitmennya dibangun dengan alasan yang lemah sekali.
  3. Ada tipe pasangan yang tidak pernah saling mengenal dan saling mendekat sehingga komitmen tidak mungkin dibangun karena salah satunya mengalami fear of intimacy, takut kedekatan, anehnya tipe seperti ini bisa langgeng. Karena yang ditakuti adalah merusak lembaga pernikahannya, tapi tidak pernah ada kedekatan dengan pasangan. Ini adalah tipe pseudo komitmen, biasanya setelah punya anak, seluruh cinta kasih dilimpahkan ke anak, menjadi pelampiasan. Meskipun suami istri tidak happy tapi langgeng sampai mati
  4. Tipe suami istri sangat merasa komit, sungguh-sungguh ingin saling membahagiakan, tetapi pada saat perasaan, mood, yang baik saja, grafiknya seperti roller coaster. Saat mood negatif, semuanya hilang tanpa bekas. Pernikahan tergantung mood, saling ingin menyenangkan, romantis, merayakan ini dan itu, tapi saat mood baik saja. Ketika mood jelek berbicara kata kotor, memaki, memukul, mengungkit kesalahan dll

3. Komponen Passion/Sex

Sebagai bagian dari cinta natural, passion dimiliki dan dikembangkan oleh setiap individu dalam hubungan dengan pasangannya. Passion lahir dari dorongan untuk mendekat, menyatu, dan memuaskan insting seksual. Sesuai dengan naturnya yang irasional, kadang-kadang passion bergerak di luar kesadaran dan kendali pribadi.

Sebenarnya masa berpacaran adalah masa yang sangat menyenangkan, akan tetapi kenyataannya tidaklah selalu demikian. Pasangan-pasangan yang awalnya menginginkan kebahagiaan ternyata mengalami kesedihan pada saat menghadapi kelemahan masing-masing. Salah satu kelemahan yang dikemukakan adalah masalah seks. Begitu kuatnya godaan ini sehingga muda-mudi yang jatuh dalam dosa penyelewengan seksual karena melakukan hubungan seks sebelum waktunya. Oleh karena itu perlu ditegaskan bahwa sekalipun hal itu sering terjadi, namun sebagai anak-anak Tuhan kita harus bisa menyikapinya dengan dewasa.[1]

Allah menciptakan manusia sesuai dengan gambar-Nya dan keunikan naturnya sebagai makhluk seksual, yaitu laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seks dengan segala kelengkapannya merupakan bagian dari keutuhan manusia yang fungsinya dapat mencerminkan gambar khalikNya. Manusia tidak hanya terdiri dari social being, intelectual being, dan psychological being saja, tetapi juga sexual being.  Seks membedakan lelaki dan perempuan, meskipun kita tahu seks itu bukan hanya genitalia (alat kelamin) saja, tetapi berhubungan dalam setiap aspek kehidupan manusia.

Seks mencakup semua aspek dan keseluruan ketertarikan,  ketika pria memandangi seorang wanita, itu berbeda dengan pria itu memandang sebuah benda karena memandang dengan gairah seksual beda sekali dengan memandang secara biasa. Ada unsur seks dan gairah di mata karena gairah seks terhubung dengan mata, pupil, smell (bau-bauan), jadi bau tertentu pada orang tertentu menimbulkan gairah seksual. Namun terdapat keunikan dalam hal ini, karena setiap kondisi tidak bisa digeneralisir, bagi orang tertentu bau keringat itu menjijikkan tetapi sebagian orang gairah seksnya naik dengan bau keringat yang menyengat. Berkaitan juga dengan belaian dan sentuhan, menyentuh dengan kaki saja dengan message seksual itu bisa menibulkan gairah. Demikian juga dengan cahaya, warna, suasana juga mempengaruhi gairah seks dan berbeda-beda pada setiap orang, bahkan juga suara, pada saat berbicara ada nada seksual, itu menyiratkan sinyal-sinyal tertentu. Masih banyak hal lainnya yang secara unik berkaitan dengan gairah seksual.

Alkitab mengajarkan bahwa seks hanya dapat dinikmati dalam konteks pernikahan. Karena seks merupakan simbol kesatuan (one flash), dengan tujuan untuk melahirkan anak-anak Allah yaitu anak yang dikaruniakan Tuhan dalam pernikahan. Pada zaman sekarang ini para pemuda sering sekali tidak dapat menahan diri dari dorongan seksual yang berlebihan pada saat berpacaran, tanpa mereka sadari bahwa hubungan seks pranikah akan membuat mereka sulit mendengar peringatan-peringan Tuhan. Mereka juga akan sulit memaknai bahwa seks adalah bagian dari love dimana seks berperan sebagai sarana memanifestasikan love. Seks merupakan cara Allah memperkenalkan kepada manusia anugerah kasih dari Tuhan yaitu kasih agape.

Lalu apakah selama berpacaran sama sekali tidak boleh melakukan aktivitas seksual? Walter Trobisch memberikan penjelasan yang sangat baik mengenai hal ini, ia mengatakan bahwa sejak berpacaran tidak ada waktu untuk tidak melatih tanggungjawab seks. Sejak masa pacaran harus ada tanggungjawab seks, tetapi perlu melihat batasan-batasan yang harus disikapi dengan bijaksana. Seks pada masa berpacaran seharusnya meningkat seiring waktu dan persiapan untuk menuju pernikahan, seiring dengan semakin dewasa serta meningkatnya tanggungjawab satu sama lain. Di awal masa berpacaran akivitas seksual dimulai dari hal-hal yang paling sederhana misalny berpegangan tangan, lalu kemudian seiring bertambahkan pengenalan dan tanggungjawab pasangan dapat memeluk, mencium pipi, lalu pada saat sudah menikah baru melakukan seks yaitu intercourse.

Dengan demikian keintiman dalam tahapan yang wajar dapat dinikmati oleh pasangan dan melatih mereka untuk tanggungjawab seksual dari hal yang paling sederhana sampai kepada hubungan seksual yang seutuhnya pada saat pernikahan. Karena hubungan seksual bukanlah sesuatu yang sederhana, membutuhkan tanggungjawab yang sangat luar biasa untuk dapat saling memuaskan satu sama lain dan menahan diri dengan sangat luar biasa. Dalam hubungan seks akan  muncul keunikan masing-masing, karena seni bermain seks membutuhkan tanggungjawab, mengontrol diri, cinta kasih yang tulus, memuaskan pasangan.

Apa dampak yang akan terjadi apabila pemuda-pemudi melakukan hubungan seksual pranikah secara berlebihan?  Secara psikologis keinginan untuk dapat saling memahami akan terhambat, bahkan tidak jarang pasangan menganganggap bahwa pasangannya adalah seseorang yang mudah saja memberikan diri kepada orang lain. Sesuai penjelasan sebelumnya bahwa aktivitas seksual harus seiring dengan semakin besarnya tanggungjawab, namun dengan adanya hubungan seksual yang melampaui batas, akan muncul kebutuhan fisik melampaui pertumbuhan kepekaan, pertimbangan dan respons terhadap pasangan. Hubungan akan lebih banyak diisi dengan aktivitas seksual dibandingkan dialog-dialog yang sangat dibutuhkan dalam masa berpacaran.

Konsekuensi bagi wanita, akan muncul perasaan menyesal dan kotor, karena sudah memberikan keperawanan kepada pasangan yang belum tentu akan menjadi suaminya. Hal ini menimbulkan turunnya harga diri serta perasaan kehilangan yang besar, merasa tidak suci, serta merasakan kebencian dan kemarahan pada diri sendiri dan pasangan. Demikian juga pada pria, terdapat konsekuensi berupa penyesalan karena sudah melakukan dosa, merasa merendahkan pasangan, merasa tidak bisa dipercaya dan tidak jujur, serta kehilangan self esteem.

[1] Mangapul Sagala, Bagaimana Kristen Berpacaran (Jakarta: Perkantas,2007, 36.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *